Usai memberikan ceramah di suatu acara pengajian, Gus Dur dihampiri banyak orang yang ingin bersalaman dengannya.
Seperti kiai pada umumnya, masyarakat memberikan amplop berisi uang kepada Gus Dur, atau kita kenal dengan salaman
templek, pada saat bersalaman. Ini sebagai satu bentuk penghormatan. Isi amplopnya bisa beragam, sesuai kadar
kemampuan ekonomi si pengamplop.
Setelah acara, Gus Dur berkumpul dengan teman-temannya. Amplop yang diterimanya tidak diambil semua untuk
pribadinya. Beberapa amplop yang diterima dibagikan kepada tema-temannya yang adalah para kader dan pengawal yang
setia mendampingi Gus Dur kemana-mana. Nah, karena Gus Dur baik hati, amplop yang berisi tebal justru dikasihkan
kepada teman-temannya itu.
Teman-temannya berterima kasih kepada Gus Dur, seraya langsung menerima amplop dengan penuh semangat dan berbisik,
"Wah Gus Dur ini baik sekali. Amplop yang tebal malah diberikan kepada kita. Alhamdulillah."
Nah sekarang tibalah saatnya membuka amplop. Hah... Ternyata, amplop yang tebal berisi berlembar-lembar uang
ribuan saja dan paling gede hanya pecahan lima ribuan. Sementara amplop Gus Dur yang tipis berisi beberapa lembar
saja, tapi bergambar Sueharto tersenyum, alias uang limapuluh ribuan. Jadi tetap saja bagian Gus Dur lebih besar
dibanding yang lain.
Semua menggerutu, "Ah mestinya pilih amplop yang tipis saja." Gus Dur hanya tersenyum. "Tapi dari mana Gus Dur
tahu isi amplop ya?" (Anam)
Latar Belakang Presiden Gus Dur
Prof Dr Mahfud MD diminta Presiden Gus Dur untuk menjabat Menteri Pertahanan, tapi ia menolak karena merasa tidak punya latar belakang di bidang itu.
�Saya ini tidak punya latar belakang di bidang pertahanan. Latar belakang saya kan hukum tata negara,� kata Mahfud.
Gus Dur menjawab, �Kalau masalah gitu ga perlu latar belakang. Saya aja ga punya latar belakang presiden, tapi bisa jadi presiden.�
Mahfud tidak bisa menjawab. (nam)
Gus Dur dan Sepatu Bush
Terjadilah insiden pelemparan sepatu oleh wartawan stasiun TV di Irak ke arah presiden Amerika Serikat George W. Bush. Dunia jadi geger. Semua media menyajikannya sebagai berita utama. Tokoh-tokoh dunia berkomentar.
Mayoritas memberikan dukungan kepada sang wartawan. "Lemparan penghinaan itu adalah tanggapan balik terhadap invasi Amerika ke Irak." Dunia Arab kontan memberinya gelar pahlawan, meski belakangan wartawan ini babak belur.
Para tokoh di Indonesia pun tidak ketinggalan. Ada yang menyesalkan sikap wartawan yang emosional, tidak beretika. Namun umumnya memberikan acungan jempol kepada wartawan.
Tibalah saatnya dalam suatu forum politik para wartawan merangsek mendekati mantan presiden RI Gus Dur, meminta pendapatnya soal sepatu Bush.
"Gus Dur bagaimama pendapat anda tentang insiden pelemparan sepatu? Apakah itu termasuk bentuk kejengkelan warga Irak?"
"Apakah anda mendukung itu Gus?"
"Gus, apakah Bush pantas mendapatkan itu"
Gus Dur masih diam. Wartawan mulai tenang, menunggu kejutan.
"Ah wong nggak kena aja kog pada ribut," kata Gus Dur sambil lalu. Wartawan pun tertawa puas. (nam)
Rokok Kiai
Di satu pesantren di Jombang, Jawa Timur, santri-santri dilarang merokok. Dan mbah kiai pengasuh pesantren tidak segan-segan memberikan takzir (hukuman) setimpal pada santri yang melanggar. Namun ada saja santri nakal yang melakukan pelanggaran.
Beberapa gelintir santri yang tidak tahan ingin merokok mencari-cari kesempatan di malam hari, pada saat gelap di sudut-sudut asrama atau di gang-gang kecilnya, atau di tempat jemuran pakaian atau di pekarangan kiai.
Satu malam seorang santri perokok ingin melakukan aksinya. Ia bergegas ke kebun blimbing. Ia dekati seorang temannya di kejauhan sedang menyalakan rokok.
"Kang, join rokoknya ya..." katanya sambil menyodorkan jari tengah dan telunjukknya.
Temannya langsung menyerakan rokok yang dipegangnya.
Santri perokok langsung mengisapnya. "Alhamdulillah, nikmatnya..." katanya. Diteruskan dengan isapan kedua.
Rokok semakin menyala, dan... dalam gelap dengan bantuan nyala rokok itu lamat-lamat ia baru sadar siapa yang sedang dimintainya rokok. Namun santri belum yakin dan diteruskan dengan isapan ketiga... Rokok semakin meyala terang.
Ternyata... yang dia mintai rokok adalah kiainya sendiri.
Santri kaget dan ketakutan. Dia langsung kabur. Lari tunggal langgang tanpa sempat mengembalikan rokok yang dipinjamnya.
Sang kiai marah besar: "Hei rokok saya jangan dibawa, itu tinggal satu-satunya, kang..." (nam)
Masa Ngomong Aja Nggak Boleh?
Nyeleneh, kontroversi, ceplas-ceplos, humoris, cerdas dan seakan tak pernah kehabisan akal. Begitulah beberapa karakter yang melekat pada diri KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
Cucu Pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Hadratus Syeikh KH Hasyim Asy�ari itu pun pernah menjadi Presiden RI ke-4, meski kemudian dilengserkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebelum masa jabatannya berakhir.
Saat menjadi presiden, sikap kontroversinya pun kerap menuai protes dari banyak kalangan. Tak hanya oleh lawan politiknya, keluarga Gus Dur sendiri tak jarang berbeda pendapat terkait sikapnya yang seolah tak mau kompromi.
�Waktu jadi presiden, saya pernah bilang pada Gus Dur, �Sampean itu jangan sering-sering membuat pernyataan yang kontroversi, yang membingungkan masyarakat�,� kata Lily Khadijah Wahid�adik kandung Gus Dur.
Tanpa pikir panjang, Gus Dur menjawab, �Saya ini udah nggak bisa ngeliat (melihat). Masa ngomong aja nggak boleh?�
Jenderal yang Paling Ditakuti Gus Dur
Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah seorang tokoh yang sangat pemberani. Gus Dur tidak pernah takut kepada siapa pun, termasuk kepada polisi. Bahkan kepada Jenderal-nya sekalipun. Hal ini pernah dibuktikan dengan permintaan Gus Dur agar Jenderal Surojo Bimantoro (Kapolri) mengundurkan diri.
Namun rupanya, seberani apa pun seorang Gus Dur, tetap saja ada satu Jenderal yang ditakutinya. Ketakutan pada Jenderal ini pernah diungkapkan Gus Dur seusai sebuah konferensi pers. Yakni Gus Dur dipapah memasuki mobil dan para wartawan tidak lagi mengerubutinya.
Sebelum Menutup pintu mobilnya, sambil setengah berbisik Gus Dur kembali memanggil para wartawan, "Hei, saya masih punya satu informasi lagi. Kalian mau tidak ?"
"Apa itu Gus ?" tanya para wartawan sembari serentak mengerubuiti Gusdur Kembali di pintu mobilnya yang masih setengah terbuka.
"Saya mau sebutkan nama seorang Jenderal yang paling berbahaya dan berpotensi mematikan siapa saja. Jenderal ini ditakuti oleh siapa saja, jadi kalian harus berhati-hati kepada jenderal yang satu ini," ujar Gus Dur dengan mimik serius.
"Wah, siapa itu Gus ?" sambut para wartawan sambil berebut menyorongkan alat perekamnya sedekat mungkin ke wajah Gus Dur. Mereka tampak sangat mendapatkan berita eksklusif itu.
"Ok, saya harus katakan," kata Gus Dur meyakinkan. "Jenderal itu adalah Jenderal..(General) Electric ..."
"Wooo kok itu sih Gus ?" protes para wartawan.
"Lha kalian ini, maunya bikin gosip melulu. Padahal kan saya kan bener. Bahwa General Electric itu paling berbahaya. Coba, mau nggak kamu kesetrum lampunya General Electric ? Berbahaya khan ?!, kamu bisa mati kan kalau kesetrum????"
"Huuuuuuuu," balas para wartawan serentak, sambil bersunggut-sunggut dan ngeloyor ke belakang. (min)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar